Hukum Menjalin Persahabatan dengan Non-Muslim
Hubungan sosial di antaranya bersahabat,
saling mengunjungi, menengok yang sakit, saling bertukar hadiah, dan
menjalin hubungan pernikahan. Dan sesungguhnya interaksi antara seorang
muslim dengan kaum muslimin sangat berbeda dengan interaksinya dengan
selain kaum muslimin. Karena seorang muslim wajib mencintai dan membela
saudara muslimnya dengan kecintaan hati, menghormati, dan memuliakan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Terhadap saudaranya se-Islam dari kalangan
kaum muslimin, maka seorang muslim memiliki kewajiban yang harus
ditunaikannya. Sedangkan kepada selain orang Islam dia wajib berbara’
(berlepas diri) darinya dan tidak boleh ada sedikitpun kecintaan hati
kepadanya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي
تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ
وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ
السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia
yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran
yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena
kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat
demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad)
kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang
kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara
kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan
yang lurus.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا
بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ
أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)
Tetapi semua ini tidaklah menghalangi
seorang muslim untuk bermu’amalah bersamanya dengan cara yang baik,
supaya dia tertarik kepada Islam yang tentunya harus sesuai dengan
kriteria-kriteria yang syar’i. Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Seorang muslim wajib bersungguh-sungguh
untuk mendakwahi non-muslim agar masuk Islam dengan menggunakan seluruh
sarana-sarana syar’i yang dimilikinya. Harapannya, dia mendapatkan
manfaat darinya dan menerima seruan dakwahnya. Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ
رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَُ
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Nahl: 125)
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh
dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri?”.” (QS. Fushshilat: 33)
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ
الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ
الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang mengajak kepada
petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala-pahala orang
yang mengikutinya, yang itu tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka
sedikit pun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia
akan mendapat dosa seperti dosa-dosanya orang-orang yang mengikutinya,
yang hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 2674)
Satu hal juga yang perlu diingat, tidak
apa-apa seorang muslim berbuat baik kepada orang-orang non muslim
asalkan sesuai dengan batasan-batasan syar’i. Terlebih lagi kalau mereka
itu telah berbuat baik kepada kita. Allah Ta’ala berfirman,
هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلا الإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Al-Rahman: 60)
Dari sini, apabila berkunjungnya kepada
orang muslim, Nashrani ataupun yang lainnya untuk kepentingan dakwah
illallah, mengajarkan kebenaran, dan mengarahkannya kepada kebaikan;
bukan sebatas untuk kepentingan duniawi dan menggampangkan syariat
Allah, maka semua itu bernilai positif. Terlebih kalau yang dikunjungi
adalah saudaranya seakidah, menasihatinya agar menjauhi maksiat atau
apabila mengunjungi tetangganya yang muslimah dan menasihatinya agar
tidak bersolek dan membuka aurat serta tidak meremehkan maksiat yang
telah Allah haramkan, maka ini sebuah kebaikan. Atau mengunjungi
tetangganya yang beragama Nashrani atau yang beragama lainnya seperti
Budha dan lainnya untuk menasihatinya, mengajarkan dan mengajaknya
kepada Islam, maka ini adalah perkara yang mulia dan termasuk bagian
dari sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Dien ini adalah
nasihat, Dien ini adalah nasihat, Dien ini adalah nasihat.” Jika dia
menerima dakwah, maka Alhamdulillah. Dan jika tetap menolaknya, maka
berkunjung yang tidak mendatangkan manfaat tersebut harus mulai
ditinggalkan.
Sementara berkunjung untuk kepentingan
dunia, bermain atau ngobrol-ngobrol yang tidak berguna, makan atau yang
semisalnya, maka berkunjung seperti ini kepada orang-orang Nashrani atau
lainnya tidak diperbolekan. Karena hal itu bisa menyebabkannya
terjerumus kepada kerusakan agama dan akhlaknya. Sesungguhnya
orang-orang kafir senantiasa memusuhi dan membenci kita, karenanya tidak
boleh menjadikan mereka sebagai kawan akrab dan sahabat karib. Tetapi
jika berkunjung itu untuk dakwah kepada Allah dan mengajaknya kepada
kebenaran serta memperingatkannya dari keburukan, maka ini perkara yang
dianjurkan, sebagaimana ulasan di atas. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا
بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ
أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas
diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)
Maraji’: Kitab Majmu’ Fatawa dan Maqalaat Mutanawii’ah milik Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baazz rahimahullaah: 4/378. [voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar