Haram Ummat Islam Menyekolahkan Anaknya di Sekolah Kristen / Katholik
Saat
ini banyak orang Islam yang masih menyekolahkan anaknya di sekolah
Kristen/Katholik meski ada sekolah Umum/Negeri dan Sekolah Islam Terpadu
yang mutunya baik.
Bagi
orang Kristen/Katholik menyekolahkan anaknya di sekolah
Kristen/Katholik wajar karena mereka ingin agar anaknya mendapat ilmu
agama Kristen/Katholik yang cukup sehingga bisa jadi orang
Kristen/Katholik yang baik. Nah kalau ada orang Islam yang menyekolahkan anaknya di situ, apa mereka ingin anaknya jadi orang Kristen/Katholik?
Kalau
sampai kejadian begitu, maka orang tuanyalah yang paling berdosa karena
sengaja menaruh anaknya di sekolah Kristen/Katholik sehingga dididik
sesuai ajaran agama tersebut.
Umumnya
orang Islam yang menyekolahkan anaknya di situ karena ingin anaknya
disiplin atau berhasil dalam kehidupan dunia. Padahal di situ ajaran
Kristen/Katholik diajarkan dengan intensif sehingga jadi norma, standar,
dan roh sekolah tersebut. Dari situs Sabda.org dalam artikel ”Memaknai
Relasi Gereja dengan Sekolah” yang ditulis Weinata Sairin disebut:
===
Gereja
juga harus terus-menerus memantau agar sekolah Kristen tidak terpenjara
pada kekristenan simbolik, kekristenan ornamental.
Artinya,
sebuah kekristenan yang hanya dipresentasi melalui pengadaan kebaktian
dan doa, pada hiasan-hiasan ayat Alkitab yang terpampang di dinding;
tapi kekristenan yang menjadi norma, standar, roh dari kehidupan dalam
sekolah tersebut.
http://www.sabda.org/artikel/memaknai_relasi_gereja_dengan_sekolah
===
Di
sekolah itu setiap hari para murid diajarkan dan disuruh berdoa. Doanya
tentu ditujukan kepada Tuhan mereka: Tuhan Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh
Kudus.
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al
Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” [Al Maa-idah:72]
Syirik
atau mempersekutukan Tuhan itu adalah dosa yang tidak terampuni. Ini
adalah perkataan Allah SWT sendiri yang tertulis di dalam kitab suci Al
Qur’an:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar.” [An Nisaa’:48]
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [An
Nisaa’:116]
Di
Majalah Gatra, Juni 2003 Sekjen MUI Din Syamsuddin menyatakan bahwa
Sekolah-sekolah Kristen/Katholik merupakan alat pemurtadan siswa Muslim
yang sekolah di sana. Dan ternyata menurut data statistik jumlah ummat
Islam memang mengalami penurunan. Siswa Muslim yang sekolah di sekolah
Kristen/Katholik mengaku terbiasa mendengar kebaktian dan misa:
===
Aturan Lonjong Penangkal Murtad
Muncul
tuduhan, sekolah-sekolah itu menjadi media bagi pemurtadan siswa muslim
yang bersekolah di sana. Tudingan ini secara gamblang diutarakan Din
Syamsuddin, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia. Ia menyebut ada
1.300 anak muslim yang pindah agama di Yogyakarta karena bersekolah di
sekolah katolik. ”Itu baru hasil penelitian di Yogya. Di tempat lain,
saya tidak tahu,” katanya.
Data
statistik memang menunjukkan jumlah penganut Islam di beberapa daerah
mengalami penurunan. Di Sulawesi Tenggara, misalnya, berdasarkan data di
Badan Pusat Statistik, turunnya mencapai 1,88% dalam kurun waktu 10
tahun. Jika tahun 1990 jumlah penduduk muslim mencapai 96,21 %, maka
pada 2000 menjadi 94,33%.
Pola
pengajaran itu pula yang membuat Putri Werdiningsih, siswa muslimah di
SMU Bopkri I Yogya, tak canggung mengikuti pelajaran religiusitas.
Pelajar kelas dua beruisa 17 tahun ini juga mengaku terbiasa keluar
masuk gereja untuk mendengar kebaktian dan misa.
http://www.gatra.com/2003-06-17/artikel.php?id=29308
===
Inginkah orang tua itu anaknya menjadi murtad?
Dalam Al Qur’an ummat Islam dilarang menjadikan orang kafir sebagai wali/pemimpin mereka:
”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah untuk menyiksamu?” [An
Nisaa’:144]
Orang
Islam yang menyekolahkan anaknya di sekolah Kristen/Katholik tentu
sengaja mengambil orang-orang kafir sebagai wali bagi anak-anak mereka.
Inginkah mereka disiksa oleh Allah?
Seharusnya
orang Islam sebagaimana orang Kristen dan Katholik mendidik anaknya
dengan ajaran agamanya sendiri. Bukan ajaran agama lain. Dalam Islam
para orang tua dianjurkan untuk mendidik anaknya dengan ajaran Islam.
Luqman yang saleh pun dalam Al Qur’an mendidik anaknya ilmu Tauhid agar tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain:
“Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.” [Luqman:13]
Janganlah
karena kita menghendaki dunia akhirnya kita sengsara mendapat siksa di
neraka padahal akhirat itu lebih baik dan kekal.
”Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” [Al A’laa:17]
Mungkin
ada yang beranggapan Sekolah Umum dan Sekolah Islam kurang baik (meski
sebetulnya banyak juga yang baik). Kan ada POMG (Persatuan Orang Tua
Murid dan Guru). Dia bisa mengusulkan perbaikan misalnya mengadakan
Laboratorium Komputer dan Bahasa serta Ensiklopedi Digital dan Software
Edukasi lainnya untuk peningkatan mutu pendidikan. Dia juga bisa
mengusulkan pengadaan CCTV di sekolah untuk meningkatkan keamanan
sekolah dari murid pengganggu atau pun penculik anak yang berkeliaran.
Kalau
dia punya uang lebih, misalnya pengusaha dengan penghasilan Rp 50 juta
per bulan, jika iuran SPP hanya Rp 100 ribu dia jangan bayar segitu.
Minimal dia harus bisa membayar 1% dari penghasilannya yaitu Rp 500 ribu
per bulan sehingga sekolah punya cukup dana untuk melakukan perbaikan
sesuai usulannya. Dengan uang itu sekolah juga bisa memberi beasiswa
anak miskin yang cerdas sehingga bisa jadi tempat bertanya bagi anaknya.
Kalau perlu dia tidak cuma mengusulkan, tapi langsung membeli berbagai
fasilitas yang diperlukan sekolah seperti Laboratorium Komputer dan
sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar