Kamis, 07 Juni 2012

Anakku.... Tahukah Kau Begitu Kami Sangat Menyayangimu

Catatan ini terinspirasi dari berbagai fenomena yang mulai marak melanda kaum muda di negeri ini.
Seorang anak yang bisa lupa akan perjuangan kedua orang tuanya, ibu yang melahirkan dan akan selalu menyayanginya sampai kapan pun. Dan seorang ayah yang terus berusaha membiayai hidup anaknya dengan membanting tulang tanpa peduli rasa lelah, meski kadang marah, namun itu lah terkadang wujud kasih sayang seorang ayah.
Seorang anak muda yang mulai lebih suka bergaul dengan teman-temannya, lebih senang mendengarkan nasihat dan ajakan teman-temannya dibandingkan orang tuanya. Padahal tahu kah kau wahai anak muda, kami (orang tua) inginkan yang terbaik hanya untukmu anakku. Apakah kau merasakannya? Apakah kau juga memiliki rasa sayang yang besarnya sama seperti kami?
Saya teringat sebuah puisi yang ditulis oleh seorang Jenderal ternama pada tahun 1952. Beliau menulis sebuah puisi untuk putra tercintanya yang saat itu baru berusia 14 tahun. Puisi tersebut mencerminkan harapan seorang ayah kepada anaknya. Ia memberi sang anak puisi indah yang berjudul “Doa untuk Putraku”
Doa untuk Putraku
Tuhanku…
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya. Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan.
Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan.
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.
Tuhanku…
Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.
Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.
Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka.
Putera yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.
Dan, setelah semua menjadi miliknya…
Berikan dia cukup rasa humor sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.
Tuhanku…
Berilah ia kerendahan hati…
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki…
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna…
Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”

Subhanalloh… betapa mereka sangat peduli dan menyayangi kita. Kekuatannya, air matanya, marahnya dan doanya tercurahkan untuk kebahagiaan anaknya tercinta.
Saudaraku,,,,
Pernahkah kita menangis ketika mendoakan orang tua kita, meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita pada meraka? Karena insya Alloh ridho orang tua kita adalah ridho Alloh juga. Sudahkah kita maksimal berikhtiar untuk membahagiakan mereka? atau justru kita sering kesal karena terlampau sering berbeda pendapat dengan mereka?
Saudaraku, marilah kita bersama-sama merenung. Sejenak berpikir dan mencoba merasakan apa yang dirasakan orang tua kita. Kesedihan, Kebahagiaan dan Kerinduan mereka ketika memikirkan kita. Apa yang bisa kita persembahkan untuk mereka? Meskipun kebahagiaan terbesarnya adalah melihat anak-anaknya bahagia.

Mengenai Saya

Foto saya
Aku terlahir dari keluarga yg tidak terlalu terpandang secara materi tetapi kokoh dalam hal aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdhiyah dg nama lengkap Muhammad Jazuli Manan. Aku berobsesi untuk menjadikan keluarga dan lingkunganku berubah dari pola pikir "KULTUS BUTA" tp tetap pada aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdhiyah.